Senin, 15 April 2024

Dia Datang Lagi Pagi Ini (Suatu Pagi yang Membuncah)


 

Sekitar jelang terbangun dari tidur malam, Senin, 1 Januari 2024, saya memimpikan Mas Cindhil*. Begitu rupa dia hadir di sisi kiri belakang agak menyerong dari posisi duduk saya. Saya kala itu—yang kurang-lebih hanya sejauh ingatan saya dari peristiwa mimpi—sedang membaca koran. Bukan yang digital, melainkan cetak-fisik berukuran jumbo. 

Nyaris seolah tak terucap satu kata pun di antara kami. Namun, gerak-geriknya mengindikasikan sebuah kontak yang mengawasi perilakuku. Tanpa berceloteh, dia sesekali mengintip ke arahku, sejurus dengan gerak pandanganku yang membuntuti setiap halaman koran, kata demi kata yang tercetak di tiap lembaran. 

Dia, yang seperti pemuda tetapi berjiwa pendidik, menjadi sosok yang dengan asih hadir hendak selalu mengasuh. Dalam posisi santai saja, perhatiannya masih terfokus padaku. Memerhatikanku dalam setiap gelar waktu yang bergulir. Walau ini dalam mimpi, pertemuan kali ini dapat terbayangkan berlangsung cukup lama—seperti sebuah adegan film-film pendek bertema persahabatan. 

Maka dengan sepenggal rasa yang agak terganggu, koran kutanggalkan di meja. Posisi dudukku berubah, pinggangku kuputar ke kiri. Aku melontarkan tanya padanya. Semacam pertanyaan tertutup atau sekadar konfirmasi, tapi justru meretas suasana kebuntuan dan keheningan di antara kami. 

Tak jelas apa yang kami perbincangkan. Menyisakan berkas kesan lekat di benak. Selekas itu pula kontak kami, terputus di sela menit pergantian tahun yang menggugah di suatu pagi hari yang membuncah.

Kami di dua dimensi yang tak lagi sama—kini mensyukuri tiap kali perjumpaan tak terencana ini terjadi.

Dengarkan puisi Gunawan Maryanto

 

 *) Cindhil, sapaan akrab Gunawan Maryanto (1976–2021) adalah aktor dan sastrawan Indonesia. Ditulis 2 Januari 2024
07.56 Wita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar