Kamis, 29 Januari 2015

MENJADI PENJAGA HATI, EH, GAWANGMU….



Saya suka menonton atau mengamati orang-orang, lingkungan, dan semesta. Saya juga suka bermain sambil menonton. Ternyata menonton dan bermain sekaligus atau dalam satu ruang itu menyenangkan dan menegangkan. Seru, euy!

Maka saya suka menjadi penjaga gawang saat bermain sepakbola. Kiper adalah posisi yang mengasyikkan bagi saya. Sementara rekan yang lain bermain dengan tujuan menyarangkan bola ke gawang lawan, saya bisa “cukup” menyaksikan mereka dari bagian belakang (Sebab mereka memunggungi saya.). Kemudian bila pemain lawan tengah menyerbu ke wilayah tim kami, saya dapat lebih tekun dan serius mengamat-amati posisi satu per satu pemain lawan dibanding teman setim lainnya. Saya lantas bisa sedikit meminta rekan setim untuk lebih ketat menjaga satu-dua orang pemain lawan yang berdiri bebas. Sembari itu, saya mengantisipasi bola yang dapat tetiba melaju ke arah gawang yang saya kawal. Membagi perhatian, dengan begitu, merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh diabaikan, alih-alih diasah. Nah, inilah keseruannya.

Aha, mematahkan atau menghambat niat lawan untuk mencetak gol sehingga gagal memenangkan permainan, itu juga menyenangkan betul bagi saya—maaf, tentunya menjengkelkan bagi lawan. Rekan saya setim tak begitu pusing bila gawang mereka berpenjaga seorang kiper yang keren dan jago menghalau bola. Mereka senyum melihat aksi kiper mereka menepis, memblok, atau menangkap bola. Alhasil saya menghidupkan semangat dan dorongan bagi rekan setim untuk bisa memasukkan bola ke gawang lawan.

Tapi tentu saja, penjaga gawang punya fungsi yang tidak ringan. Andai tidak berpenjaga, gawang akan mudah kebobolan oleh ulah tim lawan. Di sinilah kiper berperan penting. Ia adalah palang pintu terakhir bagi keselamatan tim. Kiper kerap sendirian di depan gua gawang. Sendiri pula menghadapi musuh yang menendang bola ke arahnya.

Namun… Hap, hap, hap! Saya akan siap menangkap, mendekap, dan menggenggam bola agar tak dapat dijangkau oleh lawan. Saya pun tenang. Saya lalu memberikan bola kepada rekan yang, meminta atau tidak, pasti menunggu umpan bola dari yang tengah saya kuasai. Selanjutnya bola akan bergulir selaras dengan uluran umpan bola yang saya arahkan kepada mereka di depan.

Serrr… Bola saya lemparkan, diterima teman, diumpan-umpan, dan berlanjutlah permainan….

Saya semakin suka sebagai penjaga gawang. Kamu suka berolahraga? Yuk, ikut saya bermain futsal, lari, atau sekadar berjalan-jalan riang dan ringan di sore nan cerah (Sebab jika tak cerah, cemaslah hati andai hujan turun membuat tubuh kebasahan-kehujanan apalagi masuk angin karena belum makan.).
 
Jumat dinihari, 30 Januari 2015, pukul 12.53. The Street-nya Melancholic Bitch menghentaki meja tulis.

MAN SHABARA ZHAFIRA



Kesabaran sangat dibutuhkan dalam hari-hari jahat seperti ini. Tapi adakah jahat? Ketika yang baik malah membius dan melenakan hingga mengurung dalam zona nyaman dan membuat lupa diri. Sudah terlalu nyaman, nggak usah melangkah, nggak usah berubah. Sudah duduk, lupa berdiri. Stagnan.

Sementara kesulitan dan masalah justru menguatkan kita, melatih keteguhan niat, membongkar-bangkir kebiasaan cara yang selama ini salah, menghidupkan kesadaran yang terlelap dalam keenakkan dunia. Bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan, itu saya yakini benar. Maka bersabarlah, susah sekadar lewat jika kita tenang dan kuat hati menjalaninya.

Siapa yang bersabar, pasti akan beruntung.
                                                                                          
Pengujung Januari 2015 nan mendung. Pukul 11.26. Another Brick In The Wall melantun.