Jumat, 26 November 2021

Fajrin, Lelaki Bertopi yang Gemar Memasak

 

(Dok. Robertus Roni Setiawan)



PEKAN PERTAMA NOVEMBER 2021. Perjalanan lima hari penuh melaksanakan tugas dinas di Sulawesi Tenggara mengantarkan saya berkenalan dengan Fajrin. Lelaki berusia 36 tahun ini adalah warga asli kota Baubau, Pulau Buton, berjarak sekitar 280 kilometer dari ibukota Kendari. Dia bekerja sebagai supir untuk pegawai Direktorat Layanan Teknologi Informasi (LTI) BAKTI Kemkominfo sejak 2018.

Keramahan sosoknya mulai menyeruak saat saya pertama kali masuk dalam mobil yang dikemudikannya. Dari Bandara Halu Oleu, Kendari, Fajrin menemani rombongan kami menembus medan jalan yang panjang dan cukup terjal.

“Kita orang Sulawesi ini banyak dianggap keras-keras. Tapi sesungguhnya baik, halus-halus,” kata Fajrin di tengah perjalanan mengantarkan saya dan dua orang rekan. Tak ayal, perjalanan kami menjadi terasa seru dan menyenangkan. Fajrin kaya dengan cerita-cerita lucu. Beberapa kali sambil menyetir, dia melontarkan candaan.

Saat mengunjungi Desa Asembu Mulya, di Kecamatan Buke, Kabupaten Konawe Selatan, misalnya. Kami terkesan dengan pengurus desa setempat yang menghidangkan beberapa minuman dingin. Salah satunya bermerek Kratingdaeng.

Sepulang dari situ, kami menceritakan kembali kepada Fajrin. Dia menanggapi dengan tawa kecil dan sebuah candaan.

Katanya, Kratingdaeng menjadi minuman yang wajar dihidangkan di Sulawesi. Ia menjadi sebuah “minuman khas” warga di pulau yang berbentuk menyerupai abjad K ini.

“Kalau di Jawa, ada minuman khasnya, Marimas. Nah di sini (Sulawesi), Kratingdaeng,” ucapnya setengah serius. Kami pun tertawa. Di Sulawesi, terlebih Makassar, “Daeng” adalah sapaan hormat kepada kakak atau orang yang lebih tua.

Fajrin melanjutkan cerita lucunya. Dia berkisah, satu kali perwakilan warga dari beberapa daerah diundang ke Jakarta. Setelah warga Jawa dan Sulawesi, giliran orang Maluku menjelaskan nama minuman khas daerahnya.

“Orang Maluku ini pikir-pikir, terus dia bilang, ‘Kalau dari kami minuman khas kami Betadine’. Karena Saya kalau di Maluku itu disebut Beta… Ha-ha-ha,” canda Fajrin.


Tudung Kepala

Fajrin suka memakai topi. Alasannya, topi bisa melindungi kepalanya yang plontos dari terik matahari. Dia punya beberapa koleksi. Selama menemani perjalanan, dia sudah memakai tiga model topi. Pertama, topi model sport bewarna hitam-putih dengan satu pet bertulisan “Sinuga”, topi bundar ala koboi, dan topi model sport lainnya bertulisan merah “Bulldog”. Dia juga sempat memakai kupluk hijau berbahan katun.

Tinggi badan Fajrin kira-kira 165 cm atau setara dengan tinggi badan saya. Badannya gempal membuatnya terkesan pendek dan mudah dikenali dari jauh. Seorang rekan kerja saya menyebutnya mirip Peppy, seorang artis lawak di televisi. Hanya bedanya, Peppy memiliki janggut yang dikuncir.

Dengan badan yang gemuk, pakaian yang dikenakan Fajrin mau tak mau berukuran ekstra besar. Kata dia, sebagian pakaian dia beli di sebuah pasar lokal di Baubau yang menjual pakaian impor murah.

Selain biasa menyetir dalam jarak jauh dan bermedan sulit, Fajrin juga jago memasak. Sebelum menjadi supir untuk Direktorat LTI BAKTI, dahulu dia membuka warung dan melayani pesan-antar. Pelanggannya umumnya karyawan di kota Baubau yang memesan secara daring.

“Kalau anak-anak masih tidur, saya sudah ke pasar jam 4 pagi untuk belanja kebutuhan masak. Lalu saya masak sampai jam 7 pagi,” kata Fajrin, ayah dua orang putri. Setelah itu, istrinya membungkus pesanan untuk siap diantar memenuhi pesanan pelanggan.

Saat kami mengunjungi Pantai Nirwana di Baubau, Minggu, 7 November lalu, Fajrin unjuk kebolehan. Dia memanggang empat ekor ikan dan meracik bumbu sambal. Santapan siang yang sedap untuk kami bertujuh.

Setelah bersantap bersama, Fajrin mengungkapkan, dia agak menyayangkan kebersamaan di hari spesial putrinya tertunda karena masih mendampingi saya dalam tugas dinas. Di hari yang sama, putri keduanya akan berulang tahun ke-4. Sementara itu, putri pertamanya duduk di kelas 3 sekolah dasar. Dari layar ponsel, dia menunjukkan foto putrinya yang manis dan ceria.

“Mungkin nanti saja setelah selesai ini, tanggal 9 (November) saya ajak jalan-jalan…” katanya.[]


(Dok. Robertus Roni Setiawan)