Selasa, 10 November 2009

Obrolan Hangat Saat Panas-Panas


Siang hari, panas-panas, paling pas menenggak es teh. Tapi, di suatu siang (9/11), saya memutuskan minum teh hangat. Tempatnya, warung burjo. Setelah kenyang mengganyang sepiring nasi, sebuah obrolan kecil menggelitik hati saya.
“Mas, minta jarum,” kata seorang pemuda laki-laki setelah puas pula mengisi perutnya yang kosong.
“Jarum apa, jarum jahit?” balas si pelayan warung bercanda. “Jarum jahit, mah, kagak ada.”
“Ha?” si pemuda agak telmi—telat mikir, tapi lantas tersenyum. Setelah menerima rokok Djarum Super yang disodorkan kepadanya, ia berceloteh. “Kalau Djarum 76 (itu) goblok. Tapi Dji Sam Soe pinter.”
“Apa?”
“Pinter, pintar, pintar.”
“Ooh,” giliran si pelayan yang lola—loading lambat. “Kok bisa?” dahinya mengerut tanda bingung.
“Iya, kalau Dji Sam Soe kan, dua, tiga, terus empat,” si pemuda pintar sekali omongnya. Saya mengira dia mau mengatakan angka 234 dari Dji Sam Soe jika dijumlah hasilnya sembilan, yang oleh orang Tionghoa dipercaya sebagai angka keberuntungan. Tidak salah kiranya pendiri perusahaan rokok Sampoerna memakai nama itu. Majalah Tempo edisi 28 September–4 Oktober 2009 lalu memasukkan Dji Sam Soe sebagai salah satu merek dagang di Indonesia yang dikatakan, mengutip penyair Chairil Anwar, ingin hidup seribu tahun lagi. Telah lebih dari setengah abad Dji Sam Soe bertahan di Nusantara.
Si pemuda kelihatannya asyik benar kebal-kebul. “Nah, kalau 7 terus 6 kan goblok, mestinya 8,” ia melanjutkan.
“Hehehe,” hati kecil saya tertawa menyemarakkan mereka yang terkekeh-kekeh.
Si pelayan balas menimpali. “Gudang Garam, hebat tuh! Pabrik uyah (garam) ya…”
“Oo itu pabrik uyah disulap jadi pabrik bako (tembakau),” si pemuda menyambar omongan pelayan. Keduanya tertawa lagi.
Saya saat itu cukup puas hanya menjadi pendengar. Obrolan mereka benar-benar menghibur.
“Yang hebat itu Djarum Super,” kata si pelayan.
“O, iya, kan super,” timpal si pemuda sembari mengembuskan asap rokok. Dadaku mulai gelisah. Tapi, telingaku seolah menahan perhatianku untuk tetap duduk bergeming di situ. Pemuda itu lantas seenaknya saja menyebut Djarum 76 yang dianggapnya bloon itu sebagai kakak Djarum Super.
Membincangkan soal rokok menarik juga ternyata. Cukup menghilangkan rasa mual setelah mendengar gosip-gosip artis, macam Anang-KD yang cerai, sampai Dewi tak Bersisik yang masuk grup “selebriti janda kembang”. Saya tidak suka Persik-Kediri, tapi menjagokan AS Roma. Salam olahraga!
Dengan logat Sunda yang kental, si pelayan bicara lagi. “Kalau di desa-desa tuh, nomornya (merek rokok) aneh-aneh. Ada tiga empat enam, dua lima…”
“Iya, enggak pakai cukai juga itu. Bisa juga kan bikin sendiri di rumah, dilinting,” si pemuda berbobot juga perkataannya. Obrolan langka ini pun menjadi informatif.
Jam hampir menunjuk pukul 11.30 ketika si pemuda lantas mengeluh. “Uhh.., panasnya..” Nah kalau sudah begini, kayaknya dia enggak sadar bahwa asap yang tersembul dari batang rokoknya adalah salah satu penyebab bumi jadi tambah panas. Nah, lhoh!


Senin, 9 November 2009, ditulis hingga pukul 22.20.