Minggu, 26 Maret 2023

Puisi-puisi Anagram Minggu

Bisakah aku menjadi tuhan atas hariku?
Hari ini Minggu, sedang Senin tak bisa sabar menunggu.


Selamat membaca dan selamat berhari Minggu!


(1)

Penyair, Penyiar

 

Hari ini Minggu.

Dan sudah kulihat hiruk-pikuk di tubuh Seninmu:

 

            Tentang mata hari yang ingin terbangun di pagi sekali

            Mengintip terikkan matamu yang terpejam

            Gopoh yang ingin membalikkan waktu agar tak kembali

            seperti Senin lalu-lalu

 

Saat datang cepat-cepat, tapi masih tetap terlambat

Kehendak yang membelot di saat rapat

Bagaimana gelisah hasrat sarapanmu mana sempat

 

“Hai, hari Minggu…”

Cobalah usapkan salam itu di atas kelopak matamu.

Dengan perlahan, melembut

Usahlah melirik kanan-kiri hari lain.

Ini hari kau yang punya

 

Hari ini Minggu, Su.

 

Meski kau tahu, kata orang, ini harinya Tuhan

Kau bisa bilang

“Aku tuhannya hari, sedang

nyata harinya Tuhan hanyalah satu kali.”

 

Meruya, Jakarta Barat, 26/3/2023

-RR-

#puisianagram #24




(2)

Raja Ajar

: para pelajar, terutama di NTT

 

Hari ini Minggu, Su.

Tapi seganmu sudah offside mendahului ritus upacara Seninmu.

 

Merah dan putih yang berbanding posisi super dan infer.

Padahal bila mencampur dan menyatu ‘kan menjambu ceria.

 

Instruksi pemimpin upacara yang itu-itu saja

Sedang arahan kepala pembina

jadi lantunan menyejukkan rasa kantuk

atau jangan-jangan metode pengalih hati

yang suntuk-ingin merutuk

 

Kau dan teman-temanmu bergunjing

                tentang siapa di antara para guru  

                paling pintar sekaligus murah hati memberi biji,

                meskipun tidak seberapa jelita dan wibawa.

 

Kutahu Su, kau tak enak bila dapat dispensasi lagi, lagi dan lagi

untuk kembali ikut lomba karateka

 

Kutahu Su, memar di lenganmu

Jejak jerih usahamu yang akan terasa sia-sia

dalam bayangan guru sains dan matematika

serta di hadapan bakul cilor dan cilok yang menantimu

di depan

pintu gerbang

kemerdekaan  

dari

sebuah

lembaga

tempat kita

belajar menata Sang Kata-kata.

            Yang semestinya:

            dengan bebas, merdeka, berdaulat,

            adil sejak dalam pikiran,

            makmur bila nyaman, aman, dan menghibur perasaan

            --tentu ‘kan menghasilkan cuan.

 

Titip salam salim, Su,

untuk guru-guru di sekolahmu yang lucu-lucu

            semoga makin peka mendengarkan curhatku
            setia untuk bersiap digugu dan ditiru.

 

Meruya, Jakarta Barat,

26/3/2023

-RR-

#puisianagram #25

(Anna Kendrick dan Jeremy Jordan usai bernyanyi
“Goodbye Until Tomorrow”)




(3)

Tebas Sebat

 

Hari ini, Minggu, Su

Habiskan rokokmu,

tandaskan kopimu

 

Mari, kembali bersenangkan hati

Menyiul-usilkan Kata

Memuaskan rasa

 

Sebelum bertemu di Sabtu

bilamana mengerjakan kata,

‘tuk merenda makna

dan menjelmakan mantra untuk orang-orang

yang gebalau atau gundah gulana.

 

Mereka memanjatkannya

pelan-pelan, merambat dari kanan ke kiri,

Tak hendak berlari,

alih-alih melamban,

sampai ke tujuan:

        melipur jiwa

        menitikkan api renjana


Meruya, Jakarta Barat,

26/3/2023

-RR-

#puisianagram #26

Rabu, 22 Maret 2023

Hawatir? Tarawih!

Kata merasa cemas hari ini akan bertemu dengan siapa.

Apakah Nasib atau Nasab yang menentukan pilihan daur hidup baginya selanjutnya?

Situasi mana yang akan dia jumpai: Bencanakah atau Beruntung?

 

Kata tak pernah mengenal libur.

Ia selalu dipermainkan dalam raung ruang dan masa.

Dilabeli, dipilah-pisah, dipilih-sisih, dipermainkan, dan dipermanfaatkan.

Maka tak pelak, ia juga dimanipulasi, dibelokkan, dan disembunyikan alih-alih dibunyikan.

 

"Kureng," kata seorang pemuda penggunanya, 

suatu kali, mencandai temannya yang menjajal blus polkadot. 

Tak lupa emotikon senyum cengir terukir di wajahnya.


"Membagongkan!" seorang remaja lain menyeru lirih lewat teks di gawai.

Kata terpana: dirinya seperti lahir kembali dan reinkarnasi 

dari tokoh punakawan setengah jenaka dan setengah rupawan itu.

 

Salam ramah "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh"

dari seorang petinggi malah merisaukan dan menimbulkan amarah

setelah diikuti pengumuman buruk lembaga pemerintah.

 

Kata pasrah, mulai lelah. Sekali ini ia ingin mengambil jarak--menepi dan rehat.  

Melihat Kata bekerja tak ingat waktu, si penyair menggambar saja.

Menonaktifkan Kata agar sedia bermati raga sejenak sekira untuk sebulan.


Lihat, diam-diam, dalam baringan lemas, Kata masih berpikir keras.

Pandangannya awas, takut kalau-kalau ketinggalan kabar terbaru.


”Ssst… Jangan berisik,” penyair berbisik pelan.

“Selamat beristirahat, Kata.”

(Mariana)

 
-R.R-

22-23/03/2023, lewat tengah malam.

#puisianagram #22


Tesalonika, Yunani by 𝘎𝘦𝘰𝘳𝘨𝘦 𝘋𝘪𝘨𝘢𝘭𝘢𝘬𝘪𝘴 (Twitter/@Futura_Noir)



Selasa, 31 Januari 2023

Intip Tips Melepas Karakter Tokoh Seusai Pertunjukan

Adegan wangsa merah dalam lakon teater musikal Violet: Warna yang Berbeda,
27-29 Januari 2023./Dok. Teater Svatuhari

Seusai tirai panggung menutup, lalu penonton bertepuk tangan dan bangkit dari bangkunya untuk membalikkan langkah, para pemeran telah menanggalkan pakaiannya. Riasannya. Karakter yang dimainkan pun perlahan melepas dari kesadaran tubuh sebagai manusia senyatanya. Perlahan, keadaan dan kesadaran pemeran kembali menjadi diri sendiri dengan identitasnya masing-masing yang bukan karakter atau tokoh cerita. 

Namun, sebagai aktor pemeran, bagaimanakah cara baik untuk melepas karakter yang sudah dipentaskan di atas panggung agar tak terbawa dalam kehidupan nyata? Berikut langkah-langkah pelepasan karakter yang dihimpun dari ilmu guru akting dan pengalaman saya.


1) Mula-mula, selalu sadarilah untuk mengatur helaan napas dengan teratur. Dalam kondisi tenang, tariklah napas perlahan, tahan sebentar, embuskan pelan-pelan. Sebagai situasi bersyarat, letakkanlah di hadapan kita kostum dan properti yang kita kenakan saat memainkan karakter.

Sampaikan terima kasih kepada nama karakter (sebutkan namanya) yang telah kita mainkan sambil menatap, memegang, dan mengusap properti dan kostum karakter yang telah kita kenakan. Jika kau ingin memeluknya, peluklah. Ucapkan terima kasih atas emosi, pikiran, energi, dan kisah hidup si karakter yang telah kita hidupi di atas panggung.


2) Sempatkan pula hening sejenak. Biarkan karakter itu berbicara kepada kita--bila ia ingin mengatakan sesuatu kepada kita.

 

3) Terakhir, sampaikan maaf kepada nama karakter itu untuk kekeliruan atau kelalaian selama proses penghidupan karakter di atas panggung. Sampaikan terima kasih sekali lagi kepadanya, dan… “sampai jumpa di lain waktu”.

 

4) Setelah melepas karakter, maka kita kembali pada setelan diri sebagai “aku-aktor” dan “aku-diri”. Sebagai misal, aku seorang anak lelaki, dengan kecenderungan highly sensitive person, suka camilan keju dan sop iga, Sobat Padi-Romanisti-Manchunian, penulis, punya cicilan KPR, dan sebagainya.

Sebagai “aku-diri”, kembalilah untuk melakukan hal-hal paling kamu sukai yang 180 derajat berbeda dari kebiasaan “aku-karakter”: makanan kesukaanmu, pakaian atau outwear kesayanganmu, gaya rambut favoritmu (bila perlu jajal style terbaru yang cocok denganmu), hingga mengerjakan tanggung jawab keseharianmu. Jika kau memiliki keluarga dan orang terdekat yang dapat segera kaujumpai, hampirilah dan peluklah mereka--orangtua, pasangan, saudara, keponakan, dan anak-anakmu.

 

5) Sebagai “aku-aktor”, sebaiknya latihan sederhana keaktoran kudu dilanjutkan. Olahraga rutin sepekan tiga kali, training ketubuhan, mengakses informasi tentang seni peran dan pertunjukan…, intinya meminjam lirik lagu band Perunggu, “Terus berenang dan lanjutlah mendaki.” Mengasah dan mengawetkan kecakapan seni akting, bahkan meningkatkannya agar selalu siap-sedia jika sewaktu-waktu diperlukan untuk produksi karya pemeranan.

 

6) Jika ada kebiasaan baru dan positif sepanjang proses training dan rehearsal dalam produksi yang baru usai, tak salah untuk terus dilakoni. Khususnya bila perilaku itu membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik: secara kognitif, afektif, dan motorik. Begitu pun bila ada kebiasaan negatif yang mulai berkurang karena melakukan kebiasaan baru selama proses produksi, sisihkanlah gaya hidup buruk itu. Alihkan minat dan perhatian dengan menjalani perilaku dan pola pikir baru dan lebih bermanfaat. Namun, sungguhpun teater malah memberimu dampak buruk, tidak salah jika kau meninggalkannya. Kembalilah ke “jalan yang benar”. Sebelum kau menyesal. :)

Temui lagi komunitas positif, tetap berhati-hati dengan pengaruh negatif. Terimalah ia sebagai bagian dari warna kehidupan tetapi jangan diadopsi. Sebab “pergaulan buruk merusak kebiasaan baik”.

Beberapa pokok pelepasan karakter itu dapat diterapkan dan dikembang-sesuaikan secara pribadi. Terima kasih dan sampai jumpa di pertunjukan berikutnya. Salam olahraga, salam budaya!