Lila itu ungu
muda.
Lainnya, rela.
Tresna itu
dikau, Cinta.
Dan akhirnya aku
jatuh cinta
tidak, aku
benar-benar kembali jatuh, tapi juga bangun. Berdiri.
Karena cinta
bukan membuat lemah, melainkan kuat. Menguatkan. Menggugah jiwa.
Siapa yang tidak
merasakannya: mereka yang tidak merasa cinta.
Atau yang tak
menggores warna pada selembar nan putih.
Siapa suka
mewarnai?
Mereka yang
punya cinta.
Aku adalah alat
mewarnai.
Warnanya bisa
apa-apa, atau satu apa. Itu cinta, akulah jua.
Maka putih
kertas sungguh bukan warna-warni, ia mengungkap perasaan.
Warna cinta.
Tidak jambon, merah hati, pula biru.
Seperti itu pula
cinta yang mengisi, tidak satu rupanya.
Ia laiknya air,
menyesuaikan ruang wadahnya.
Sering kita
dipenuhi keinginan tak tentu. Sudahkah kita mencarikan celah untuk menghentikan
keinginan semu?
Belanja, sebut
saja.
Kita tak sadar
dibuat beku oleh seseorang yang selalu menjajakan barangnya.
Kita mau tanpa
mengerti: mengapa atau perlukah.
Baiklah kita
kemudian mengisinya oleh cinta.
Dari Yang Kuasa,
Cinta.
Ia menyuci,
membasahi.
Membasuhi
diri—jiwa, raga, hati.
Amboi, malam
ini, semua penyanyi sedang berlagu merdu dari dalam perasaan mereka.
Buat siapa lagi
kalau bukan untukku.
Aku mengharap,
itu juga bagimu.
Padamu aku
begitu.
Bisa saja kau
tak sama denganku, tapi aku lila: pada satu waktu, kini.
Lagi, rasaku.
Kembali, waktuku. Dirimu, tak perlu ragu.
Satu garis tipis
pun mengembang, melengkung: simpul sabit pada wajahmu.
Sampai jumpa di
ruang tunggu, tempat kita bersatu, apa itu? Tentu tak tahu.
Seperti kau yang
ingin tahu, menyana siapakah aku saat mula bersapa, siapa.
Kau adalah
separuh dari impian yang menjemputku dalam perjalanan.
Perjalanan tak
bersampan, mungkin tak memapan.
Tapi nyata kau
ada walau tak ingin kurasakan.
Tak selalu ingin
kudambakan.
Itu harapan?
Harapan, katamu?
Kau pernah
mengatakan, harapan adalah ketika satu tak berhenti di situ, tapi menggubah
dua.
Harapan, ketika
juga tak meminta kembali atas suatu ungkapan perasaan.
Harapan, ketika
mengasihi tidak mesti untuk diterima.
Harapan, ketika
kita tahu bahwa sayang adalah tanpa batasan.
Yogyakarta, Sebelas Juni. (Damainya Cinta,
Gigi.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar