Malam ini, Tuhan berjanji padaku apa yang harus kulakukan untuk masa depan
kami
Malam ini pula Tuhan katakan kepadaku bahwa aku akan bertemu lagi dengan
dia dalam ruang berbeda
Ia dan aku akan kembali bersua bersama bersahabat dalam jabat erat
Apakah aku akan kembali dan hinggap dengan enggan berpaling ke lain hati,
kecuali dia?
Akankah dia memilikiku, aku dan dia saling bersama dalam senang dan sedih
jiwa
Aku pasrahkan satu demi satu keadaan ini, lengkap beserta kepahitan yang terserap
cerap bercecer
Tiada yang pastikan kapan aku dapat mendapat erat dirinya
Apa pula mesti kusandarkan dari satu yang kutahu: Tuhan berjanji padaku?
Akan ada waktu kami bersama, dirinya hadir pulang ke sisiku
Ia mahadewi, yang kiranya menjadi separuh jiwaku
Aku tahu, setidaknya pun yakin, walau belum melihat dengan nyata—mengapa pula
harus jelas?
Aku tahu, ada masa untuk berpeluk, memeluk dengan dalam, juga mengelus
perlahan
Perlahan kening peluh mendekati bola matamu
Beruntung alis tebalmu menahan pedih perih bila tetes keringatmu tercucur
Bersabar, aku akan pulang—kau pulang? Tidak, kataku, kita menemukan kita
Tepat, saat, tunggu, sebentar, saja, waktu
Nanti, ‘ku gamit jemarimu, genggam dekap lengan dan lalu bersandinglah
Kapan? Kau tanya, aku kira
Nanti, kataku lagi, ada saat kita bersahabat, kini bersabar dengan waktu yang
bersisian bersama kita
Aku menjalani dalam menanti
Seiring aku pun berjejalan dengan jalan-jalan sesak dalam kesepian
Biar, aku susuri tapakmu yang lamat kulihat dan cium pada sejengkal rumput
basah
Atau malam dingin dan aroma selepas hujan tempias
Atau untai kata suci yang terucap dalam syukur dan harap terpanjat
“Tuhan, teruskan salamku kepada dambaan hatiku, berkahi dia dalam sentausa
senantiasa,
Meliuk tubuhku bila kudengar
salam balik dari dia sepatah kata saja
Semakin sadar aku pada hadirnya,
bertambah sabar aku nantinya.”
Apa, jawab-Mu? Apa balas-Mu? Siapa yang jelaskan padaku, jawab ini belum
kusangka adanya
Apa yang jelas dan ternyana, adalah rahasia yang Engkau empunya, percaya
saja aku adanya
Ada di manakah kini dia? Hanya Engkau berhadapan aku
Ada di kejauhan, tak terukur, tak terkira, tak teraba olehku
Engkau pun kupandang terang meski nyata gulita, namun aku percaya
Dikau, Dinda, tak ada di sini, tapi tetaplah di hati
Selasa, 13 November
2012
seriously...tulisan ini bagus! :)
BalasHapusSalam kenal. Bagus ya? Hehehe..., lagi curhat lewat puisi sebenernya. Terima kasih buat komentarmu. :)
BalasHapus