Kapan terakhir kali kau memakai
payung?
Saat malam kau menghujaniku dengan satu
pembicaraan yang ku tak tahu sebelumnya
Aku benar-benar merasa seperti baru saja
berjumpa denganmu
Kala hujan datang mengguyur ingatanku,
kau saat itu berada di sisiku
Kau berkata, ku bertanya-tanya, kau tenang
menyimak, ku riang membagi aliran kata beriak
Sedang di sana, di seberang duduk
kita, hujan berbicara lain
Tentang mengapa sudah dua bulan tiada pelangi
saat mereka tak letih menuruni bumi
Kau sedang sedu. Tampak dari raut wajahmu
Kau merindu. Kira begitu pikirku atau kau
larut lamunan kisahku
Kosong, terisi
Masih kucerita dalam derit-derit berita
hari itu
Tentang Presiden membuka gerai mobil
baru
Tapi tak kita tahu buat apa mobil di kota
besar sedang sumpek lagi jalannya
Ah, kataku, aneh bukan, sambungku
Kau termangu, mengangguk pelan, menyahut
lembut
Kau setuju atau tak mau tahu, atau kau
tahu dan kau malu menyanggah omonganku
Kosong, terisi
Lalu kau kehujanan, hujan kata-kata kosong
yang tak kau pahami apa isinya
Kau kehujanan dengan terbasahi ujaran dalam
dadamu yang tak kuasa menampung perasaan
Kau kehujanan… kehujanan saat payung
yang kutudungkan atas kepala kita merdu
lagunya
Rintik hujan bulan itu, lantunkan nada
abadi untuk sepasang ciptaan terindah
Titik yang berbintik corekkan ingatan baik
walau setitik
Adakah suatu apa menyanyi?
Hujan bernyanyi, sebutmu
Kau bernyanyi, tahuku
Tidak, kami…
Adakah hujan memintamu menadahkan tangan
melindungi rambut indahmu?
Hujan deras bulan itu
Kau hampiri aku dalam genggam hangat
Sesaat kita berhadapan, sedepa kita
melangkahkan
Kaki-kaki kita, harap-harap kita, hujan
kita
Di hujan bulan lalu
6 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar