Apakah ini yang kutulis? Aku menulis tulus, tulus
kutulis. Berani yang kutulis, beranilah aku menulis. Sepertinya ya. Solilokui tentunya.
Dengan berani bertindak, kita
telah berusaha untuk bersikap yang tulus. Di antara sekian banyak kompromi
dengan pikiran dan keinginan, kita bisa meluruhkan kepentingan pribadi. Tulus
ialah menyisihkan satu per satu hal yang tidak bernilai besar untuk kita,
misalnya kesenangan akan memiliki barang, mendapatkan hal yang indah dalam
sebagian hari kita bersama orang yang ingin kita cintai, hingga tawaran
menyenangkan dari orang lain, dan media massa.
Sementara dengan bersikap berani,
kita bisa melewatkan hari-hari dengan hati riang dan tegas. Sikap tegas
dibutuhkan agar kita tidak mengembangkan pikiran yang abai, acuh tak acuh,
sampai melewatkan tanggung jawab. Ini karena dari setiap pihak yang kita temui,
ada saja yang hendak memberi pertolongan namun dengan cara yang belum bisa
langsung dimengerti.
Nah, bila kita mau bertindak secara
tulus, kita berusaha mendengarkan, mencari pengertian yang jelas di antara kita
dengan dia, sampai kita memahami satu demi satu waktu yang akan berdatangan
menemui kita. Sementara bila kita mampu bertindak dengan berani dan mantap, ada
satu dua orang yang siap mendorong kita untuk senantiasa melewatkan hari dengan
senyum optimis. Saudara, teman, sahabat, juga yang kita (di)anggap lawan, akan
menyokong kita.
Sikap disiplin adalah turunan
dari ketulusan. Dengan rasa tulus dan sungguh menerima apapun pemberian Tuhan, kita
akan terpacu untuk dengan segera mengambil sikap dan harapan baik untuk
menyambut kasih yang Ia sediakan. Sedari bangun pagi, kita bisa mengucap
syukur, selamat pagi Bapa, dalam doa. Tapi setelah itu, yang lebih penting kita
hendaknya membersihkan tempat tidur, mandi, dan merapikan penampilan kita. Saat
itulah kita lalu siap untuk melalui hari yang baik dengan siap menyambut segala
kemurahan hati-Nya untuk kita.
Segala hal yang kita punya
adalah punya Tuhan semata, kita hanya dipinjami. Tak ada yang bisa menentukan
kapan kita mengembalikannya, bila waktu sudah ditentukan nanti oleh-Nya. Oleh
sebab itu, kita tak perlu merasa bersalah atau menyombongkan diri, sebab, dari
setiap orang yang datang untuk mendukung kita adalah mereka yang sama dengan
kita: pinjam tempat dan alat untuk hidup di bumi-Nya. Itulah makanya, tiada
yang akan melebihi kita dibanding orang lain, atau kita melebihi orang lain.
Ini adalah ketulusan dari kemampuan untuk bertindak jujur kepada keadaan kita
sebagai insan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar