Sesudah hari-hari mencemaskan lantaran ditinggalkan Guru,
Petrus dan para murid hampir putus asa dan berakal buntu. Mereka hanya
menunggu-nunggu sambil termangu.
Sebuah pertanyaan mencuat di hati mereka:
Apakah Pak Guru akan turut masuk
kelas kembali sesudah sedu-sedan tragedi?
Sedang saudara-saudara
mereka telah banyak jadi korban,
: entah
tertunduk lemah lantaran lesunya ekonomi,
ataupun bibit penyakit yang perlahan
merontokkan daya tahan, menggerogoti kesadaran dan membahayakan keselamatan.
Simon
Petrus yang
terbiasa menyemangati teman-temannya, kini tak bisa membohongi kerisauan yang
tergores di wajahnya.
Yusuf Arimatea, seorang murid anyar di perkumpulan ini,
menghibur Petrus yang semangat melautnya makin surut dan menciut.
“Kan kau pernah diminta
menjala manusia. Tak perlu lagi kau memusingkan ikan-ikan di laut,” kata Yusuf.
“Apalagi masih pandemi
begini.”
Mantan penjala ikan itu sontak mengangguk, janggut di dagunya terayun pelan mengiyakan saran Yusuf.
Kata Petrus, “Bisa jadi. Aku rasa,
lebih baik aku mencatat peristiwa yang terjadi belakangan ini. Terutama setelah
si Yudas menyelewengkan tabungan bulanan kelas kita.”
“Nah, itu betul!” Yohanes yang mencuri dengar obrolan itu tiba-tiba
menghampiri rekan mereka pada meja panjang yang biasa dijadikan tempat
perjamuan. Dibawanya senampan lebar dengan cangkir-cangkir berisi kopi hitam
aroma Flores Red Caturra.
Dalam remang dan dingin malam, secangkir kopi akan mujarab
menghangatkan jalinan persahabatan mereka. Malam itu para murid mengenangkan
perjanjian dengan guru mereka yang sekalipun sudah
bangkit, belum bisa segera membersamai.
Yohanes tersadar satu hal. Persediaan roti tak beragi
nampaknya tak cukup untuk mereka berdua belas. Ia hendak mengambil kunci ruang
kelas yang tergantung di kantung kanan celana Petrus.
Petrus menahan Yohanes, seakan menolak membiarkan temannya
pergi keluar.
Teringat ajaran gurunya, Petrus mengingatkan: “Hidup tak hanya dengan roti. Syukurilah yang kausaji. Secangkir kopi pahit cukup untuk turut mengingat derita saudara kita di NTT yang berkali-kali lipat pahitnya karena mendapat banjir.”
(April 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar