/1/
Brandenburg Gate, matari tenggelam,
matari terbit
sekira sejengkal rasa kita berpilin menyatu
Kuda lepas tunggang dari pucuk
pilarnya
Napoleon, Napoleon, pahlawan
kami!
seharu sorak konvoi pasukan Bonaparte.
Derap kereta Eirene, sang dewi damai Yunani
ditingkahi surai Quadriga memburai diembus remah-remah angin perlawanan
Jerman balas ungguli: sang kuda pun kembali
Taktik tangan dingin Ernst von Pfuel
Denging dentum degup jantung prajurit
Kini sayup-sayup jadi petik jemari lentik musikus
Di situ, meski sekadar taman jalanan,
notasi violis mengalun
berorkestrasi
Membuai mulus lalu-lalang hati penonton
Leleh menjalin memadu lagu.
—Saksi kemenangan Jerman atas Prancis
/2/
Di
perempatan jalan lebar berhias kafe Starbucks,
sebuah
mesin kotak beroda
melantang
seru menantang deru
debu-debu
knalpot metropolitan
Kapaw, pemuda tanggung tanpa alas kaki,
dipayungi paling terik matari
“Sirih Kuning” atau “Kicir-kicir”
bukan itu lagunye
Hanya satu, tak sepasang boneka besar yang tampil
Padahal mereka ekuilibrium: bumi-langit, hitam-putih, baik-buruk,
laki-bini
Tinggallah
nyaring “Entah
apa yang merasukimu…”
Biar modern, katenye
Sesaat ujung kaki menyeru jeri
Selaras pekak berisik mengusik dari irama band pop
Butir-butir kerikil tajam menghampar-menempeli
Lapis aspal hitam panas
/3/
Dari jauh, roda-roda empat berunding:
Siapa lebih kuat menghadapi hidup di bawah pencakar
langit?
Sedang Ibu membunuh kota:
Ibu Berlin,
atau Ibu Jakarta?
Di
atas trotoar, dua pelajar berdebat di emper kaki lima:
Apa itu live performance art yang hidup?
Yang Orkestra?
atau boneka Ondel-ondel?
Sepasang
barong kian memburam indahnya
Tanggal
dari kaidahnya
Beralih
kebenarannya
terjaja
dalam ritus keliling—mengamen ngider-ngider
Siang bolong, kehausan
kepanasan
Di sore kisat menerabas marka
dan kepadatan
rembang
petang pun lewat
pelan-pelan malam kelam pekat
Kau
menanti
perubahan otomatis seperti memencet tombol remote
Aku
bermimpi
Haji
Bolot dirasuki arwah Ernst von Pfuel!
12 Maret 2021, pukul 17.37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar