Senin, 21 Desember 2020

Siapakah Saya?


Esai
Soe Hok-Gie *

  
BELUM LAMA BERSELANG di hadapan mahasiswa-mahasiswa Fakultas Sastra UI telah diputar Film Cekoslovakia ...Dan Penunggang Kuda Kelima Adalah Ketakutan (...And The Fifth is Rider is Fear)**. Film ini adalah kisah tentang kisah manusia dan ketakutannya, lalu bagaimana akhirnya ia menemukan dirinya dan mengalahkan ketakutan. Musik, pengambilan tema, maupun suasana film ini sedemikian rupa sehingga mencekam hati manusia.

Kisahnya tentang seorang dokter Yahudi yang dilarang praktik oleh Nazi di kota pendudukan Praha pada waktu Perang Dunia II. Oleh orang-orang NAZI ia disuruh untuk menolong seorang partisan yang tertembak dan disembunyikan dekat kamarnya. Ia menolak karena ia tahu apa akibatnya jika ia ketahuan oleh pihak polisi rahasia.

Saya bukan seorang dokter, saya hanyalah seorang penjaga gudang dan oleh karena itu bukanlah kewajiban saya untuk menolongnya, katanya. Tapi ia tidak dapat membohongi kata hatinya, bahwa ia seorang dokter (walaupun sekarang dilarang praktik) dan harus menolong siapa pun juga. Akhirnya setelah melawan dirinya sendiri, ia memutuskan untuk menolong partisan yang terluka itu.

Pada waktu itu seorang dapat dihukum jika ia tidak melaporkan sesuatu yang mencurigakan. Seorang tetangganya yang curiga dengan tingkah laku sang dokter melaporkan pada polisi. Karena ia takut akibatnya jika ia tidak melaporkan pada polisi. Saat sang dokter ditangkap. Ia ditanya mengapa ia melakukan hal itu. Jawabnya sangat sederhana: Seorang manusia adalah seperti yang dipikirkannya, kau tak dapat mengubahnya. (A man is as think, you can't change it).

Persoalan yang dilontarkan pada kita oleh film ini adalah persoalan kemanusiaan… Dan sebagai manusia kita dihadapkan oleh pemilihan-pemilihan yang meragukan. Sebelum melakukan sesuatu kita harus menanyakan pada diri kita sendiri: Siapakah saya? Dan jawaban kita menentukan pilihan-pilihan kita. Sang dokter tadi juga harus menjawab pertanyaan besar ini. Jika ia menyatakan hanya seorang penjaga gudang (profesi resminya) maka soalnya selesai. Demikian pula halnya dengan tetangganya yang melaporkan pada polisi. Jika ia memutuskan ia hanyalah warga yang harus patuh pada polisi maka tindakannya adalah benar. Tetapi jika ia menyatakan bahwa dirinya adalah manusia Cekoslovakia yang harus membantu perjuangan bangsanya, soalnya sangat berubah. Kitalah yang menentukan diri kita dalam menentukan pilihan-pilihan.

Ya saya cuma bawahan kecil yang hanya menurut perintah atasan. Jika atasan saya bilang X maka saya harus patuh,” kata seorang pembantu letnan pada seorang dosen VI ketika ditanyakan mengapa ia mau melakukan perintah yang jelas-jelas merupakan tindakan manipulasi. Sang pembantu letnan tadi telah menentukan dirinya sebagai manusia kecil dan ia tak pernah berkembang menjadi MANUSIA dengan 'M' besar.

Seorang jenderal membiarkan dirinya diperalat seorang pedagang besar (katakanlah diangkat sebagai presiden direktur boneka) biasanya berkata: Gaji saya tidak cukup, dan anak saya banyak. Lagi pula teman-teman saya juga melakukan hal yang sama. Ia telah menjawab siapakah dia. Dia telah menentukan dirinya seorang alat dan sebagai alat ia harus memfungsikan dirinya sebaik-baiknya. Sebagai alat ia tak akan pernah menjadi pemimpin yang baik.

Orang Indonesia sekarang amat mudah merasionalisasikan keadaan. Kepengecutannya dirasionalisasi sebagai kesulitan ekonomi (ada seorang dosen malas yang selalu bilang tak ada ongkos jika ditanyakan mengapa ia tidak mengajar).

Kadang-kadang kita harus bertanya kepada diri kita sendiri Siapakah Saya?Apakah saya seorang fungsionaris partai yang kebetulan menjadi mahasiswa sehingga harus patuh pada instruksi dari bapak-bapak saya dalam partai. Apakah saya seorang politikus yang harus selalu realistis dan bersedia menerima kompromi-kompromi prinsipial dan tidak boleh punya idealisme yang muluk-muluk? Apakah saya seorang kecil yang harus patuh pada setiap keputusan DPP ormas saya, atau pimpinan-pimpinan fakultas saya, atau pemimpin-pemimpin saya? Ataukah saya seorang manusia yang sedang belajar dalam kehidupan ini dan mencoba terus-menerus untuk berkembang dan menilai secara kritis segala situasi. Walaupun pengetahuan dan pengalaman saya terbatas?

Setiap hari pertanyaan tadi datang. Saya katakan pada diri saya sendiri: Saya adalah seorang mahasiswa. Sebagai mahasiswa saya tak boleh mengingkari ujud saya. Sebagai pemuda yang masih belajar dan mempunyai banyak cita-cita, saya harus bertindak sesuai dengan wujud tadi.

Karena itu saya akan berani untuk berterus terang, walaupun ada kemungkinan saya akan salah tindak. Lebih baik keliru daripada tidak bertindak karena takut salah. Kalaupun saya jujur terhadap diri saya, saya yakin akhirnya saya akan menemukan arah yang tepat. Saya adalah seorang manusia dan bukan alat siapa pun juga, tetapi harus dihayati secara kreatif. A man is as thinks.

Kadang saya bertanya pada kenalan-kenalan saya Siapakah kamu? Seorang tokoh mahasiswa menjawab: Saya adalah antek partai saya. Kebenaran ditentukan oleh DPP Partai.” ][


Disalin dari dokumentasi Dr. Arief Budiman (kakak kandung
Soe Hok-Gie).

Notabene:
*) Esai ringkas dan lugas So Hok-Gie ini, seingat saya, termuat dalam buku berjudul Soe Hok-gie …Sekali Lagi: Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya (Kepustakaan Populer Gramedia, 2009).

**) Ditelusuri di mesin pencari, film Cekoslovakia ini berjudul ...a pátý jezdec je Strach (...And The Fifth Horseman Is Fear), diproduksi tahun 1965.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar