Jumat, 17 April 2020

Pontius dan Yesus


Menjelang hukuman mati dijatuhkan, tersiar kabar sebagai berikut.
Ketika berada di ruang dalam istananya, hati Pontius Pilatus tenang. Dia tak menjumpai satu kesalahan pun dari orang ini, yang dari-Nya kita melihat bahwa satu per satu murid-Nya terhimpun dari kalangan orang-orang biasa, terpinggirkan, tak diperhitungkan, bahkan dipandang umum berdosa. 
Lalu Pilatus, pemegang kuasa Romawi kala itu, menghampiri kumpulan rakyat. Di luar kediaman pribadi istananya, hatinya bimbang. Kalut dan kecut. Ia malah terkepung.
Sorak-sorak dari mereka: Bebaskan Barabas!
Padahal hatinya tahu, ia hanya dapat memilih seorang untuk dilepaskan. Sedang Raja Orang Yahudi itu tidak bersalah. 
Salibkan Dia, teriak mereka lagi. 
Pilatus tak benar-benar takut. Dia punya kuasa sebagai raja manusia untuk membebaskan atau tak membebaskan seorang tawanan. Menjatuhkan hukuman atau melepaskan.
Menentukan siapa yang bebas, siapa yang akan tersalib 
Tetapi hati manusia Pilatus yang pengecut tak tenteram bila sudah terhasut.
Nyatanya, Yang Akan Tersalib justru membebaskan banyak orang yang telah menuntut hukuman dijatuhkan kepada-Nya. 
Pilatus menjadi dingin dalam kebijaksanaan oleh keinginan-keinginannya. Dia lari dari himpitan provokasi dengan membasuh kesalahan dalam sebaki air.
Yesus mendiamkan diri. Yesus tahu cawan yang harus Dia minum. Dia mencicipi, lalu meneruskannya sampai selesai di kayu salib.
Hati Yesus yang taat tak mengeluh walau sudah berpeluh dan berdarah. Dia tenang menurut, tahu kepada siapa hati-Nya harus berpaut. 
(Rabu, 15 April 2020)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar