(Dok. Robertus Roni Setiawan) |
PEKAN PERTAMA NOVEMBER 2021. Perjalanan lima hari penuh melaksanakan tugas dinas di Sulawesi Tenggara mengantarkan saya berkenalan dengan Fajrin. Lelaki berusia 36 tahun ini adalah warga asli kota Baubau, Pulau Buton, berjarak sekitar 280 kilometer dari ibukota Kendari. Dia bekerja sebagai supir untuk pegawai Direktorat Layanan Teknologi Informasi (LTI) BAKTI Kemkominfo sejak 2018.
Keramahan
sosoknya mulai menyeruak saat saya pertama kali masuk dalam mobil yang
dikemudikannya. Dari Bandara Halu Oleu, Kendari, Fajrin menemani rombongan kami
menembus medan jalan yang panjang dan cukup terjal.
“Kita
orang Sulawesi ini banyak dianggap keras-keras. Tapi sesungguhnya baik, halus-halus,”
kata Fajrin di tengah perjalanan mengantarkan saya dan dua orang rekan. Tak
ayal, perjalanan kami menjadi terasa seru dan menyenangkan. Fajrin kaya dengan cerita-cerita
lucu. Beberapa kali sambil menyetir, dia melontarkan candaan.
Saat
mengunjungi Desa Asembu Mulya, di Kecamatan Buke, Kabupaten Konawe Selatan, misalnya.
Kami terkesan dengan pengurus desa setempat yang menghidangkan beberapa minuman
dingin. Salah satunya bermerek Kratingdaeng.
Sepulang
dari situ, kami menceritakan kembali kepada Fajrin. Dia menanggapi dengan tawa kecil
dan sebuah candaan.
Katanya,
Kratingdaeng menjadi minuman yang wajar dihidangkan di Sulawesi. Ia menjadi
sebuah “minuman khas” warga di pulau yang berbentuk menyerupai abjad K ini.
“Kalau
di Jawa, ada minuman khasnya, Marimas. Nah di sini (Sulawesi), Kratingdaeng,”
ucapnya setengah serius. Kami pun tertawa. Di Sulawesi, terlebih Makassar, “Daeng”
adalah sapaan hormat kepada kakak atau orang yang lebih tua.
Fajrin
melanjutkan cerita lucunya. Dia berkisah, satu kali perwakilan warga dari
beberapa daerah diundang ke Jakarta. Setelah warga Jawa dan Sulawesi, giliran
orang Maluku menjelaskan nama minuman khas daerahnya.
“Orang
Maluku ini pikir-pikir, terus dia bilang, ‘Kalau dari kami minuman khas kami Betadine’.
Karena Saya kalau di Maluku itu disebut Beta… Ha-ha-ha,” canda
Fajrin.
Tudung Kepala
Fajrin
suka memakai topi. Alasannya, topi bisa melindungi kepalanya yang plontos dari terik
matahari. Dia punya beberapa koleksi. Selama menemani perjalanan, dia sudah
memakai tiga model topi. Pertama, topi model sport bewarna hitam-putih dengan
satu pet bertulisan “Sinuga”, topi bundar ala koboi, dan topi model sport
lainnya bertulisan merah “Bulldog”. Dia juga sempat memakai kupluk hijau berbahan
katun.
Tinggi
badan Fajrin kira-kira 165 cm atau setara dengan tinggi badan saya. Badannya
gempal membuatnya terkesan pendek dan mudah dikenali dari jauh. Seorang rekan
kerja saya menyebutnya mirip Peppy, seorang artis lawak di televisi. Hanya bedanya,
Peppy memiliki janggut yang dikuncir.
Dengan
badan yang gemuk, pakaian yang dikenakan Fajrin mau tak mau berukuran ekstra
besar. Kata dia, sebagian pakaian dia beli di sebuah pasar lokal di Baubau yang
menjual pakaian impor murah.
Selain
biasa menyetir dalam jarak jauh dan bermedan sulit, Fajrin juga jago memasak. Sebelum
menjadi supir untuk Direktorat LTI BAKTI, dahulu dia membuka warung dan melayani
pesan-antar. Pelanggannya umumnya karyawan di kota Baubau yang memesan secara
daring.
“Kalau
anak-anak masih tidur, saya sudah ke pasar jam 4 pagi untuk belanja kebutuhan
masak. Lalu saya masak sampai jam 7 pagi,” kata Fajrin, ayah dua orang putri. Setelah
itu, istrinya membungkus pesanan untuk siap diantar memenuhi pesanan pelanggan.
Saat
kami mengunjungi Pantai Nirwana di Baubau, Minggu, 7 November lalu, Fajrin
unjuk kebolehan. Dia memanggang empat ekor ikan dan meracik bumbu sambal.
Santapan siang yang sedap untuk kami bertujuh.
Setelah
bersantap bersama, Fajrin mengungkapkan, dia agak menyayangkan kebersamaan di
hari spesial putrinya tertunda karena masih mendampingi saya dalam tugas dinas.
Di hari yang sama, putri keduanya akan berulang tahun ke-4. Sementara itu, putri
pertamanya duduk di kelas 3 sekolah dasar. Dari layar ponsel, dia menunjukkan
foto putrinya yang manis dan ceria.
“Mungkin
nanti saja setelah selesai ini, tanggal 9 (November) saya ajak jalan-jalan…” katanya.[]
(Dok. Robertus Roni Setiawan) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar