Siang hari, panas-panas, paling pas menenggak es teh. Tapi, di suatu siang (9/11), saya memutuskan minum teh hangat. Tempatnya, warung burjo. Setelah kenyang mengganyang sepiring
nasi, sebuah obrolan kecil menggelitik hati saya.
“Mas, minta jarum,” kata seorang pemuda
laki-laki setelah puas pula mengisi perutnya yang kosong.
“Jarum apa, jarum
jahit?” balas si pelayan warung bercanda. “Jarum jahit, mah, kagak ada.”
“Ha?” si pemuda agak
telmi—telat mikir, tapi lantas tersenyum. Setelah menerima rokok Djarum Super yang
disodorkan kepadanya, ia berceloteh. “Kalau Djarum 76 (itu) goblok. Tapi Dji
Sam Soe pinter.”
“Apa?”
“Pinter, pintar,
pintar.”
“Ooh,” giliran si
pelayan yang lola—loading lambat.
“Kok bisa?” dahinya mengerut tanda bingung.
“Iya, kalau Dji Sam Soe
kan, dua, tiga, terus empat,” si pemuda pintar sekali omongnya. Saya mengira dia
mau mengatakan angka 234 dari Dji Sam Soe jika dijumlah hasilnya sembilan, yang
oleh orang Tionghoa dipercaya sebagai angka keberuntungan. Tidak salah kiranya pendiri
perusahaan rokok Sampoerna memakai nama itu. Majalah Tempo edisi 28 September–4
Oktober 2009 lalu memasukkan Dji Sam Soe sebagai salah satu merek dagang di
Indonesia yang dikatakan, mengutip penyair Chairil Anwar, ingin hidup seribu tahun
lagi. Telah lebih dari setengah abad Dji Sam Soe bertahan di Nusantara.
Si pemuda kelihatannya
asyik benar kebal-kebul. “Nah, kalau 7 terus 6 kan goblok, mestinya 8,” ia
melanjutkan.
“Hehehe,” hati kecil
saya tertawa menyemarakkan mereka yang terkekeh-kekeh.
Si pelayan balas
menimpali. “Gudang Garam, hebat tuh! Pabrik uyah (garam) ya…”
“Oo itu pabrik uyah
disulap jadi pabrik bako (tembakau),” si pemuda menyambar omongan pelayan. Keduanya
tertawa lagi.
Saya saat itu cukup
puas hanya menjadi pendengar. Obrolan mereka benar-benar menghibur.
“Yang hebat itu Djarum
Super,” kata si pelayan.
“O, iya, kan super,” timpal
si pemuda sembari mengembuskan asap rokok. Dadaku mulai gelisah. Tapi, telingaku
seolah menahan perhatianku untuk tetap duduk bergeming di situ. Pemuda itu
lantas seenaknya saja menyebut Djarum 76 yang dianggapnya bloon itu sebagai kakak Djarum Super.
Membincangkan soal
rokok menarik juga ternyata. Cukup menghilangkan rasa mual setelah mendengar
gosip-gosip artis, macam Anang-KD yang cerai, sampai Dewi tak Bersisik yang
masuk grup “selebriti janda kembang”. Saya tidak suka Persik-Kediri, tapi
menjagokan AS Roma. Salam olahraga!
Dengan logat Sunda
yang kental, si pelayan bicara lagi. “Kalau di desa-desa tuh, nomornya (merek
rokok) aneh-aneh. Ada tiga empat enam, dua lima…”
“Iya, enggak pakai
cukai juga itu. Bisa juga kan bikin sendiri di rumah, dilinting,” si pemuda berbobot
juga perkataannya. Obrolan langka ini pun menjadi informatif.
Jam hampir menunjuk
pukul 11.30 ketika si pemuda lantas mengeluh. “Uhh.., panasnya..” Nah kalau
sudah begini, kayaknya dia enggak sadar bahwa asap yang tersembul dari batang
rokoknya adalah salah satu penyebab bumi jadi tambah panas. Nah, lhoh!
Senin, 9 November 2009, ditulis hingga pukul
22.20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar