Kelopak bunga kamboja putih terjatuh perlahan dari pucuk tangkai pohonnya
pada sore itu, Minggu, 2 Juni 2019. Pada batang pohon kamboja di
kompleks Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta Selatan, itu
bersandar pula perkakas untuk memakamkan jenazah ke liang kubur.
Sodikin dan empat
petugas penggali makam lainnya di TMPN Kalibata baru
selesai memakamkan jenazah Kristina Herrawati Yudhoyono pukul
16.00 sore itu. Sodikin bercerita, dia turut menurunkan peti jenazah
almarhumah istri Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu ke
dalam liang kubur. Irwansyah, rekannya sesama penggali makam,
bertugas menadah bagian atas jenazah di dalam liang.
Dilahirkan
di Purbalingga, 53 tahun lalu, Sodikin bercakap dengan suara
agak sengau. Walau begitu, ia dengan lancar menyebut sekaligus
menunjukkan alat-alat yang biasa digunakan
dalam proses pemakaman, yaitu pacul, tali tambang, blencong,
susur, pelepak, dan pengki. Satu liang makam umumnya digali berukuran
panjang 2,6 meter, lebar 1 meter, dan berkedalaman 2,6 meter.
Sodikin
mengungkapkan, dia telah menjalani pekerjaan sebagai penggali makam
di TMPN Kalibata selama 35 tahun.
“Dari tahun 1983
saya bekerja ini di sini,” ucap Sodikin. Mengenakan pakaian
seragam hijau dan topi merah bertulisan TMPN Kalibata, Sodikin dan
penggali makam lainnya berkumpul satu blok dari lokasi makam Ani Yudhoyono di blok
M nomor 129. Beberapa orang warga berpakaian hitam masih mengerubungi
undakan makam Ibu Ani Yudhoyono yang telah bertabur bunga. Tenda merah-putih
menaungi makam baru itu.
Sodikin
dan enam petugas penggali makam lainnya membuat lubang lahat
untuk tempat jenazah Ani Yudhoyono dikebumikan pada sehari sebelumnya,
Sabtu (1/6). Ia mengatakan, lokasi ditentukan oleh pihak
Garnisun TMPN Kalibata, yakni di sisi bawah makam Ainun Habibie, mendiang
istri Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie. Mereka menggali lubang
itu dari pukul 15.00 hingga 17.30 WIB.
“Tempatnya di
sebelah bawah makam Ibu Ainun, bukan di sampingnya. Soalnya kalau yang di
samping Ibu Ainun, itu sudah disiapkan untuk Pak Habibie,” ujar
Sodikin, sambil melepas topinya. Uban di kepalanya terlihat lebih jelas.
Sodikin mula-mula
tidak tahu jenazah siapa yang akan dikuburkan di liang baru itu. Begitu
pula dengan Irwansyah. Sodikin menekankan tugasnya menggali liang kubur
sebagai hal biasa sesuai jabatannya.
“Sudah menjadi
tugas dan tanggung jawab saya,” kata Sodikin.
Sodikin mengatakan,
ada dua kelompok penggali makam di TMPN Kalibata. Satu tim terdiri atas 9
orang. Dalam sebulan, satu tim dapat mengerjakan setidaknya satu galian
makam, tergantung situasi dan laporan dari pengelola TMPN Kalibata.
“Bisa juga seminggu
satu makam baru. Kita mengerjakannya paling lambat pagi hari sebelum
jenazah dimakamkan waktu siang harinya,” katanya.
Terkenang Kebijakan
SBY
Sodikin, Irwansyah,
dan petugas penggali makam di TMPN Kalibata bertugas setiap hari Senin-Jumat
pukul 08.00-16.00. Walaupun tidak ada pekerjaan galian liang, mereka juga
bertanggung jawab melayani kebutuhan para peziarah yang datang untuk
bersembahyang atau sekadar mengunjungi makam, seperti air untuk menyiram area
sekitar makam.
Bagi Irwansyah,
wafatnya Ani Yudhoyono menumbuhkan kembali rasa
bersyukurnya. Lelaki yang menjadi penggali makam sejak 2005 ini mengenang
kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden RI. Kata Irwansyah,
pada 2010, SBY mengeluarkan kebijakan pengangkatan status pegawai honorer
menjadi pegawai negeri tetap.
Pengangkatan status kepegawaian dalam naungan Kementerian Sosial itu
membuat Irwansyah memperoleh tunjangan kebutuhan hidup yang
lebih menyejahterakan keluarganya.
Pegawai gali makam
golongan II seperti Irwansyah diberikan upah pokok Rp2,5 juta per
bulan. Sementara itu, pekerja yang lebih senior seperti Sodikin
mendapatkan gaji Rp3,2 juta.
“Secara nggak
langsung saya merasa berterima kasih kepada Pak SBY, juga Bu Ani,” kata
Irwansyah mengungkapkan.
Irwansyah juga
mengungkapkan pekerjaan sebagai penggali makam membuka jalan keberkahan
baginya. Lelaki berusia 40 tahun ini kerap merasa dimudahkan ketika mengalami kesulitan
ekonomi rumah tangga.
“Rezekinya ada aja gitu, enggak tahu dari mana, enggak
disangka-sangka,” ucapnya. Irwansyah yang memiliki tiga orang anak ini, bercerita,
suatu ketika ia mengalami kesulitan ekonomi. Tak dinyana, seorang sutradara kandungnya
menyambangi rumahnya, lantas memberikan sejumlah uang yang meringankan
bebannya.
Dalam setiap
acara pemakaman, Irwansyah mengatakan sering mendapat bagian menadah
bagian atas jenazah di dalam liang lahat. Ini membuat dia wawas diri.
“Kalau ada acara
pemakaman, selalu saya yang di bawah (dalam liang). Itu bikin saya selalu
ingat, bahwa saya juga akan seperti ini (meninggal),” kata Irwansyah
lirih.
Irwansyah lalu
memandang, peran mendiang Ani Yudhoyono semasa hidup, khususnya
saat menjadi Ibu Negara, patut menjadi panutan masyarakat
umum.
“Kita yang masih
hidup, tinggal meneruskan perjuangan beliau dengan cara
sendiri-sendiri,” ucapnya.[]
Simak terus ulasan
di Alinea.id.
Versi suntingan
tulisan ini tayang pada tautan berikut:
https://www.alinea.id/nasional/kisah-para-penggali-lahad-jenazah-ani-yudhoyono-b1Xh49kzs