Perjalanan ini harus menyelamatkan: menghadirkan
ucapan selamat dan selamat sampai di tujuan.
Tas yang dibawa dalam perjalanan cukup hanya
berisi kebutuhan yang amat diperlukan. Maka cermatlah menentukan kebutuhan kini
dan nanti.
Sebab
sebuah perjalanan kadang dapat mencuri bijak pikiran. Bisa jadi:
terlalu banyak bawaan, atau sangsi terhadap diri sendiri dan pilihan yang telah
diambil, atau, barangkali, khawatir pada jalan dan tempat yang hendak ditempuh.
Bertemu dengan alam dan manusia di perjalanan dan tiap persinggahan
akan membuahkan kata, doa, dan harapan. Selanjutnya mau apa? Cari dan camkan
pelajaran darinya. Semoga dapat menguatkan hati dan semangat jiwamu.
Akan dapat kau alami, di sela-sela jalan yang kau tempuh,
kau mengeluh. Bebanmu terasa berat, kian melelahkan.
Dalam kesepi-sendirian, selalu dan kapanpun kau mencuri
pandang, kau geram. Tapi kau lembam, gelisah sementara tubuhmu diam. Pada
siapa kau ingin mempersalahkan.
Maka, tanggalkanlah keinginan hasrat yg menggelapkan
matamu. Tasmu, barangkali, penuh sesak. Isinya mampat bergejolak.
Satu per satu kau keluarkan isi tasmu. Pundi yang biasa menemanimu
merayakan perjalanan. Ada sekotak coklat! Ada sebiji donat!
Selagi kau membongkar-bongkar, kau lalu lihat: jejak orang
berjalan mendekatimu. Kau tahu, mereka dahulu adalah musafir sebagaimana
takdirmu hari ini.
Kemudian
ada titik dan rintik berpapasan dalam sebuah perjalanan: sela
hela napas-napas pendekmu. Titik-titik tapak mereka. Rintik-rintik air yang jatuh
dari tepi pemisah bumi dan jumantara.
Jejak tapak
kita, rindu-dendam kita, adalah visi masa depan di perih-letih perhentian...
Kau bernyanyi mencoba meredam kesunyian.
Jejak dan
perih-pedih adalah satu doa yang tak perlu kau pertanyakan.
“Apapun, termasuk waktu kepenuhan permintaan,” kau setengah
membisik.
Kau lalu temui: air minum dalam botol plastik-seperti kaca-warna
lazuardi. Kau tuang airnya, kau teguk. Kau merasa segar, senang.
Tapi, apakah kau tahu, kapan kau benar-benar merasa senang
tanpa hilang rasa tenang? Engkau adalah bagian dari dunia yang berguncang.
Alih-alih, kau malah tegang. Kau terlalu menginginkan
kesempurnaan. Kau lupa: kau bukanlah sesiapa. Setitik noktah saja di dalam
bulat dunia. (Setitik coklat saja di tepi bulat donat?)
Dialah Maha Sempurna.
“Hanya pada Tuhanlah hatiku tenang,” ungkapmu melantunkan
satu mazmur Daud.
Napas pendekmu terhela, langkahmu lepas dari jeda. Seperti
siap melangkah
lagi.
www.adventuretravelnews.com